Sunday, December 18, 2016

Ingin Segera Menikah? Wanita Hindari 6 Ketakutan Ini

Banyak wanita diluar sana yang harap-harap cemas menanti sang calon mempelai. Mereka bertanya-tanya, untuk sebagian wanita yang dirasa masyarakat ‘sudah seharusnya umur segitu menikah’, mengapa mereka masih belum menikah? Ada yang salah denganku? Atau ada yang salah dengan setiap pria yang ingin menikahiku? 

via i.huffpost.com
Sejatinya, menikah itu untuk orang yang mau, terlepas dari apakah ia jomblo atau telah memiliki pacar sekian tahun. Asal modalnya niat dan mau, maka alam mendukungmu. Setelah kemauan itu ada, orang-orang terdekatmu bisa merekomendasikan seseorang untukmu, yang cocok dan senada denganmu. Tapi untuk menjadi mau, ada hal-hal yang harus disingkirkan dulu, apa itu?
  1. Takut Suami Nanti

Musuhmu adalah dirimu sendiri. Pikiranmu membentuk perilakumu. Kalau belum memulai saja sudah takut, maka tak akan pernah ada langkah kedua apalagi sampai ke tujuan yang kita cari. Tujuan menikah adalah untuk mencapai berkah dan ridho Tuhan, dimana jika dijalani berdua akan jauh lebih mudah.
Sayangnya, banyak pikiran-pikiran yang ditimbun dari banyak cerita teman, dari media, sampai bahkan dari tetangga, bahwa suami bisa jadi akan begini dan begini. Kalau rumah tangga sedang mengalami kesulitan ekonomi, maka suami begini. Kalau rumah tangga sedang mengalami peningkatan ekonomi, maka suami begini. Begini dalam artian banyak hal, seperti memukul, suka marah, selingkuh, atau sebagainya.
Ketakutan-ketakutan yang ada dalam pikiran milik sendiri. Dan akan lebih menakutkan kalau pikiran ketakutan itu akan dibuat nyata oleh pemiliknya.
Sejatinya orang yang baik akan bertemu orang yang baik. Ketakutan pada suami menjadi momok tersendiri karena pada dasarnya ia tak yakin pada diri sendiri. Tak yakin kalau dirinya baik, sehingga pantas untuk diselingkuhi? Dimarahi? Dipukuli?
Yakin dan percaya, mengubah diri sendiri dengan pemikiran bahwa siapapun pantas menikah. Untuk mendapatkan orang baik maka harus memperbaiki diri. Tak perlu terbelenggu dengan pikiran sendiri, jadi bebaskan pikiranmu, kita, dan semua.

  1. Takut Mertua atau Keluarga Suami Nanti

Senjata yang selalu ampuh, dimanapun senjata itu diterapkan, ia adalah cinta. Kalau sudah dapat mencintai suami, maka kita perlu belajar pula mencintai orangtua dan keluarganya. Bagaimanapun suami adalah bagian dari mereka sebelum atau setelah menikah. Harusnya tak perlu ada yang berubah, karena kedatangan menantu adalah menambah keluarga baru. Tak perlu takut untuk dibenci, karena kita telah menyiapkan amunisi yaitu cinta dan mencintai. 

  1. Takut Punya Anak

Mungkin setiap wanita pernah membayangkan beratnya hamil. Sembilan bulan sepuluh hari yang dilaluinya dari hari ke hari semakin sulit dan sulit. Tidur sulit. Makan tak boleh sembarangan. Belum lagi emosional yang datang saat hamil. Sebagian wanita kemudian terserang baby blues setelah melahirkan. Stres yang menimbulkan banyak ketakutan hingga orang yang tak paham dengan sindrom ini akan mengatainya gila.
Satu yang terlewati, yaitu kesakitan saat mencoba mengeluarkan sang bayi. Tantangan untuk setiap wanita hamil. Dan ini diapresiasi oleh Tuhan, jika saat wanita meninggal dunia saat melahirkan, maka ia mati syahid, dilihat dari perspektif islam.
Kesakitan itu yang membuat sebagian wanita merinding membayangkannya. Belum lagi setelah melahirkan, lemak dimana-mana. Kehilangan tubuh ideal adalah resiko. Begitupun dengan mulai sibuknya seorang Ibu yang merawat anak, hingga ia lupa berdandan. Lalu diam-diam wanita yang menjadi Ibu ini menumbuhkan ketakutan pertama, takut suami melarikan diri dengan wanita lain. Pada saat seperti ini, dibutuhkan peran suami yang pengertian.
Tapi apakah anak itu menakutkan? Kadang gambaran seorang anak itu malah terlupakan. Padahal, ia adalah obat ketakutan itu sendiri. Anak adalah tujuannya. Kesakitan saat hamil dan melahirkan adalah apa yang harus dibayar. 
via graciousstyle.com
  1. Takut Gagal Jadi Orangtua

Coba pikirkan sekali lagi kenapa takut gagal? Apakah kita menyadari kurang cerdasnya kita atau kurang baiknya kita? Atau mungkin takut menyerahkan anak pada zaman yang antah berantah ini? Takut sekalipun kita sudah baik secara fisik, mental, dan intelektual, bisa saja kalah dengan situasi kondisi diluar sana?
Yang penting adalah pendidikan awalnya. Kalau ia sudah cukup kuat untuk membentuk karakternya sendiri, maka ia akan baik-baik saja diluar sana sejak kita melepasnya saat dewasa.
Lakukan sebaik mungkin, perkaya diri dengan segala macam kecerdasan. Cerdas akademik maupun spiritual. Kalau sudah mantap, menikah bukan lagi hal yang menakutkan. Buah tak akan menggelinding jauh dari pohonnya, kecuali kalau pohonnya tumbuh diatas jurang. Jurang bisa berarti apa saja, bisa saja kita terlalu sibuk meniti karier sampai lupa bagaimana caranya mendidik anak dengan benar. Sampai kemudian ia memilih jalan yang salah, lalu kita pun menyalahkan diri sendiri.

  1. Takut Masa Depan Bersama

Bagaimana kalau suami tak akan pernah bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari? Bagaimana kalau aku hamil, siapa yang akan membantu mencari kebutuhan sehari-hari? Bagaimana kalau kami punya dua atau tiga anak?
Sampai-sampai ada sebuah Ayat Alqur’an untuk menyuruh kita agar jangan membunuh anak, karena yang menanggung anak-anak kita adalah Tuhan. Sampai-sampai ada jaminan, bahwa kalau menikah, rezeki bisa mengalir dengan mudah. Apa saking takutnya kita?
Pikirkanlah bahwa jika dilalui berdua akan lebih mudah. Justru kalau terus menjomblo, sendirian, akan lebih sulit mencari penghidupan. Dengan cinta, doa, keyakinan, semangat, dan usaha, pasti apapun dapat dilalui. Merintis penghidupan berdua akan menumpuk sederet kenangan dikemudian hari. Dan didunia ini tak ada hal yang sia-sia, bahkan jika itu terletak pada hal terburuk sekalipun.

  1. Takut Trauma

Banyak orang takut menikah karena dalam pikirannya telah tergambar bahwa setiap laki-laki itu sama. Untuk wanita yang pernah mendapatkan pelecehan seksual, bisa jadi ia akan terus membenci hal-hal yang berbau seks. Wanita yang dulu pernah mendapatkan kekerasan fisik, ia membayangkan suaminya mungkin akan menampar atau menjambaknya. Wanita yang dulu pernah diselingkuhi, maka ia akan mendoktrin bahwa setiap laki-laki memang tak pernah cukup memiliki satu pendamping.
Belum lagi kasus perceraian yang mungkin menimpa orangtua mereka. Kasus demi kasus yang membuat mereka semakin menutup diri dan lebih memilih melajang. Meski ada keinginan untuk menikah, tapi mereka terlalu takut.
Untuk hal ini, kalau sudah tak dapat diatasi dengan cinta dan keyakinan terhadap laki-laki, wanita perlu membawanya ke psikolog. Atau jika sudah terlanjur membuat komitmen tak akan menikah selamanya, pikirkan sekali lagi, bisa jadi darimu datang seorang anak yang bisa berbakti untuk orangtua, agama, dan negeri. Diluar sana, pasti juga ada laki-laki yang telah digariskan Tuhan untukmu, yang masih menanti traumamu terobati.  -Rdn-

No comments:

Post a Comment